(Klik disini untuk melihat versi pdf-nya Esquire_FA)
Bukan hanya demi kenyamanan hidup, tetapi bagi bumi yang kita tinggali bersama.
Majalah ESQUIRE INDONESIA, Fitrian Ardiansyah, Oktober 2010, halaman 70-72
Manusia, termasuk kita pria dewasa, telah mendiami bumi paling tidak selama 200 ribu tahun. Hanya saja, di sekitar dua abad terakhir, manusia telah secara dramatis mengubah kehidupan di bumi. Pembangunan ekonomi yang terus pesat, peradaban manusia yang kian canggih, bahkan eksplorasi luar angkasa dan kedalaman lautan serta komunikasi antar benua menjadi hal yang biasa.
Di sisi lainnya, konsumsi dan gaya hidup manusia yang meningkat seiring pertumbuhan ekonomi memberikan akibat yang juga tidak kalah seriusnya. Laporan PBB pada 2007 memperlihatkan bahwa telah terjadi perubahan terhadap lingkungan yang kita diami di tingkat lokal, regional maupun global. Suhu muka bumi semakin panas!
Secara alami, permukaan bumi diselimuti oleh selubung tipis Gas Rumah Kaca (GRK) seperti karbon dioksida (CO2), metana (CH4), dan gas lainnya. Ketika masuk atmosfer bumi, panas matahari melewati selubung tipis ini. Sebagian radiasi panasnya diserap oleh tanah, tumbuhan, dan ekosistem lainnya. Sebagian lagi dipantulkan oleh bumi ke luar angkasa, dan sisanya dipantulkan kembali oleh selubung GRK ke bumi. Maka itu bumi terasa hangat dan selimut GRK ini secara alami sangat penting.
Hanya saja, aktivitas ekonomi dan keseharian manusia menghasilkan by-product, berbentuk GRK tambahan yang kian hari kian “mempertebal” selimut tipis di atmosfer tadi. Jejak karbon atau istilah bahasa inggrisnya adalah carbon footprint adalah suatu ukuran dari aktivitas manusia yang menimbulkan dampak terhadap lingkungan, yang diukur dari berapa banyak by-product (GRK) yang dihasilkan, biasanya dihitung dalam ukuran unit CO2
GRK sebagai hasil samping aktivitas manusia ini sebagian besar berasal dari industri, penggunaan bahan bakar minyak bumi dan batu bara, pembangkit listrik, transportasi, termasuk akibat penggundulan atau kebakaran hutan dan lahan, serta aktivitas pertanian dan peternakan. Alat-alat elektronik yang kita pakai, mobil yang kita kendarai, rumah yang kita tempati, baju yang kita pakai, dan makanan yang kita santap semua mengandung jejak karbon. Anda bisa menghitung sendiri berapa jejak karbon yang Anda hasilkan dengan menggunakan kalkulator yang disediakan di rafflesia.wwf.or.id/cfootprint atau http://www.carbonfootprint.com
Bila terus meningkat, konsentrasi GRK atau karbon ini akan menghalangi radiasi panas matahari. Radiasi yang sebagian semestinya kembali ke luar angkasa, malah dipantulkan kembali ke bumi yang menyebabkan bumi semakin panas!
Pemanasan bumi atau pemanasan global pada gilirannya bisa mengakibatkan es di kutub dan gletser di Himalaya mulai mencair hingga menyebabkan kenaikan muka air laut. Akibatnya, sebagai negara kepulauan, Indonesia diramalkan akan kehilangan ratusan bahkan ribuan pulau. Hal ini tentunya merupakan ancaman terhadap batas dan keamanan negara.
Kenaikan permukaan air laut juga akan mengganggu kehidupan 30 juta orang yang hidup di kota-kota dan desa-desa pinggir pantai. Karena kondisi ini, sebagian dari mereka harus mengungsi dan sektor-sektor penting seperti pariwisata dan perikanan bisa mengalami kerugian besar.
Hal lain yang sulit dihindari manusia akibat pemanasan global yang berujung pada perubahan iklim adalah pergeseran musim dan meningkatnya frekuensi dari hujan, badai tropis, serta kekeringan. Anda tentu juga merasakannya. Bahkan di musim kemarau pun, hujan bisa turun deras berhari-hari.
Menurut Badan Penanggulangan Bencana Nasional Indonesia, dalam kurun waktu 2003-2005 bencana alam yang terkait dengan cuaca mencapai 1.429 kasus atau 53,3% dari total bencana alam yang terjadi di Indonesia. Pergeseran musim telah dan akan terus menjadi ancaman terbesar bagi sektor pertanian di Pulau Jawa dan Bali. Sejauh ini pergeseran musim telah membawa dampak menurunnya produksi beras di wilayah ini sebanyak 7-18%.
Selain yang berskala global dan nasional, laporan PBB juga mengingatkan akan dampak buruk lingkungan lokal yang telah kita rasakan bersama. Pencemaran udara, air dan meningkatnya sampah – sesuatu yang sering kita rasakan di Jakarta dan kota besar lainnya di Indonesia – hilangnya sumber daya alam (termasuk hutan), merupakan “daftar hitam” akibat samping yang dihasilkan oleh aktivitas ekonomi dan gaya hidup manusia. Sebagai contoh, tiap harinya Jakarta menghasilkan 6.000 ton sampah. Dari jumlah tersebut, hanya 5% yang diolah, sisanya terbuang begitu saja, menyebabkan banjir dan mencemari air.
Pencemaran udara adalah masalah berikutnya yang diakibatkan sektor transportasi yang ruwet dan karenanya menimbulkan kemacetan yang parah. Setiap tahun jumlah kendaraan pribadi (motor dan mobil) meningkat tanpa opsi yang memadai dalam pembangunan transportasi publik. Stress dan infeksi saluran pernapasan atas akibat pencemaran udara telah menjadi gejala sehari-hari masyarakat perkotaan. Air bersih juga semakin menipis dan kualitasnya memburuk.
Lalu, hal apakah yang masih bisa kita lakukan? Apakah kontribusi kita yang tidak seberapa memadai bisa mengubah keadaan yang sudah “terlanjur” seperti saat ini? Ketika ditanya tentang permasalahan lingkungan, aktor Leonardo DiCaprio pernah berujar : “…it talks about personal transformation and environmental consciousness that we need to have in this generation to implement a lot of these changes that need to occur”.
Ya, diri kita sendiri yang bisa mengubah dunia menjadi lebih baik. Perubahan individu sekecil apa pun dimulai dari generasi kita yang bisa menentukan jalur hidup bumi dan penghuninya. Sebagai pria dewasa yang memegang kendali keputusan hidupnya sendiri, sudah saatnya kita juga bisa berbangga dengan menentukan secara positif kendali hidup kita dan generasi berikutnya di bumi.
Menyelematkan bumi dan mengatasi permasalahan lingkungan mungkin sering dipikir sebagai sesuatu yang sulit dan memberatkan. Padahal, satu aksi sederhana bisa berkontribusi nyata dalam penyelamatan bumi. Sebagai contoh, saat sedang membeli sesuatu, seringkali kita lupa mencari tahu lebih jauh apakah produk yang kita beli memberi berdampak baik atau tidak terhadap lingkungan, tidak peduli merek atau harga.
Ketika ingin memiliki rumah atau tinggal dalam apartemen, apakah kita sudah memilihnya berdasarkan konsep hemat energi dan struktur rumah yang ramah lingkungan? Apakah ketergantungan rumah atau apartemen yang kita idamkan terhadap energi bisa disiasati dengan penggunaan lampu dan peralatan elektronik hemat energi? Kalau pun menggunakan kayu, apakah kayu yang kita pakai berasal dari kayu yang legal dan tersertifikasi berasal dari hutan yang dikelola secara lestari (seperti mendapatkan cap ekolabel atau FSC/Forest Stewardship Council)?
Setelah tempat tinggal, mobilitas adalah keniscayaan bagi pria dewasa profesional dan aktif. Pilihan yang utama adalah memiliki mobil yang nyaman dan dapat kita andalkan. Di banyak negara, termasuk Indonesia, kini tersedia kendaraan yang ramah energi, seperti berteknologi hybrid, berbahan bio-diesel atau bio-etanol, atau bahkan electric cars. Sejumlah aktor-aktor Hollywood seperti Leonardo DiCaprio, Brad Pitt, George Clooney, dan Ed Norton juga dikabarkan memiliki dan menggunakan mobil ramah energi. Ini adalah contoh yang baik untuk kita tiru. Gaya, tetap bisa mobile, dan berkontribusi terhadap bumi.
Selain itu, secara kreatif kita juga bisa membiasakan diri dengan program car pooling (dengan teman-teman kantor), atau setidaknya satu atau dua hari dalam seminggu mengkombinasikan dengan naik sepeda (bike to work) atau menggunakan transportasi publik.
Untuk mendukung aktivitas sehari-hari serta sebagai medium hiburan, gadget elektronik sudah pasti adalah senjata utama. Dari ponsel, laptop, televisi dan home theatre bukan hanya menambah kenyamanan hidup tetapi juga bisa menjadi penanda seberapa sukses kita.
Mungkinkah kemudian kita menggunakan pemilihan gadget tersebut juga sebagai penanda seberapa peduli kita terhadap lingkungan?
Di Indonesia memang belum terlihat adanya rating energy saving, yang mengindikasikan tinggi rendahnya konsumsi energi suatu produk tersebut. Namun konsumen bisa dengan mudah melihat review secara online ataupun lewat media lainnya sebelum membeli.
Selain itu, alat-alat elektronik yang ada di rumah dan kantor sebaiknya dipergunakan secara bijak. Menurut analisis yang dilakukan WWF-Indonesia, terdapat potensi penghematan energi 10-30% bila masyarakat mulai terbiasa memadamkan lampu dan alat-alat elektronik yang tidak diperlukan. Beaya akibat penghematan energi ini juga bisa mengurangi beban pemerintah – yang tentunya uang rakyat hasil pajak – dan pada gilirannya bisa digunakan untuk kepentingan masyarakat lainnya.
Pada akhirnya, beragam hal bisa kita lakukan untuk ambil bagian dalam penyelamatan bumi, penyelamatan hidup kita dan generasi yang akan datang. Refleksi terhadap bumi terungkap indah dalam ucapan Al Gore berikut:
“You see that pale [Earth], blue dot? That’s us. Everything that has ever happened in all of human history, has happened on that pixel. All the triumphs and all the tragedies, all the wars, all the famines, all the major advances… it’s our only home. And that is what is at stake, our ability to live on planet Earth, to have a future as a civilization. I believe this is a moral issue, it is your time to cease this issue, it is our time to rise again to secure our future.”